Ketika Wanita Mengajukan Diri

Tulisan ini saya buat berdasarkan pertanyaan dari seorang teman kemarin siang ketika di kampus. Yang mungkin saja sedang galau karena perasaannya pada seseorang. Tapi semoga saja tidak ya. Itu hanya sebuah praduga tak bersalah saya saja. Adapun pertanyaan yang terlontar dari mulutnya, hanyalah rasa sekedar ingin tahunya. Atau hanya sekedar ingin berbagi wacana sebagai bahan diskusi diantara kita. Untuk memecah suasana dikeheningan dunia kerja. Namun, entah mengapa dengan demikian saya tergelitik untuk menuliskannya di lembaran blog ini. Menurut pandangan saya logis sih! Karena cinta itu adalah anugerah dari Allah. Allah yang menitipkannya dalam hati manusia. Agar bisa saling mengasihi dan menyayangi satu sama lainnya. Namun ingat, jangan terlalu berlebihan ya menaruh rasa, apalagi pada makhluk ciptaan-Nya. Terlebih jika hadirnya menjadi sebuah cinta yang buta, cinta bisa membuat kita jatuh sejatuh-jatuhnya. Karena pengendali rasa telah hilang dalam hati kita. Begitulah adanya, jika cinta sudah bersarang dalam dada. Tak ada yang bisa menghalanginya. Namun, sebagai manusia sebenarnya kita bisa mengendalikan keberadaannya. Tapi sekali lagi, fokus saya kali ini bukanlah menulis tentang cinta. Namun tentang perihal wanita yang mengajukan diri atas perasaannya terhadap kaum pria. Semoga apa yang tertulis ini, bisa menjadi wacana sharing kita bersama. Dan bisa dipetik manfaatnya bagi sahabat-sahabat semua.

Yang menjadi pertanyaan dalam obrolan saya siang tadi adalah, bagaimana jika seorang wanita yang terlebih dahulu mengajukan dirinya? Dalam hal ini, konteksnya si wanita yang mengutarakan keinginan atau rasa yang dimilikinya kepada pria yang disukainya. Bagaimana kacamata Islam memandangnya. Namun dalam tanda kutip ya, mengajukan diri disini berarti si wanita yang terlebih dahulu mengutarakan maksudnya kepada si pria, mengajukan diri untuk mengajak menikah. Tolong digaris bawahi kata ini ya, me-ni-kah! Jadi maksud dan tujuan dalam pengajuannya jelas sekali. Bukan untuk tujuan pacaran atau sejenisnya. Akan tetapi, guna menuju sebuah proses pernikahan dengan cara yang  halal. Dan dibenarkan sesuai dengan kaidah islam. Apakah hal ini salah? Ketika kita melihat fenomena fakta kebanyakan pada umumnya, biasanya pihak pria lah yang lebih vokal dalam mengajukan diri atau niat guna menuju jenjang pernikahan. 

Lantas bagaimana dengan pandangan Islam mengenai hal ini? Yuk kita bahasa, kita diskusi dan sharingkan disini. Kita sama-sama belajar ya. Jika ada kurangnya nanti, tolong benahi tulisan saya dan bantu saya untuk melengkapinya dengan kalian tuliskan di kolom komentar blog ini. Tulisan ini hanyalah sekedar wacana, guna mereview tentang apa yang dilihat, apa yang dibaca, apa yang didiskusikan berkaitan dengan pertanyaan tersebut.

Ada sebuah hadist yang mengatakan begini:

"Dia lebih baik dari pada kamu, dia ingin dinikahi Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, dan menawarkan dirinya untuk Nabi Shallallahu alaihi wa sallam." (HR. Bukhori)

Berdasarkan hadist di atas, bisa kita tarik sebuah pernyataan bahwa hal tersebut merupakan bentuk penghibahan diri seorang wanita sholihah, yaitu Siti Khadijah RA kepada Rasulullah Saw. Kita semua tahu bagaimana kisah perjalanan Siti Khadijah dan Rasulullah Saw bersatu. Atas landasan tersebut, islam tidak membatasi yang boleh mengajukan lamaran hanyalah kaum lelaki. Namun, seorang wanitapun boleh untuk mengajukan diri untuk melamar seorang pria. Jika hal tersebut dilakukan dalam rangka kebaikan. Maksud dan tujuannya sangat jelas, yaitu pernikahan.

Dicantumkan dalam Al Qur'an surat Al Ahzab ayat 50;

".....dan perempuan mukmin yang menyerahkan dirinya kepada Nabi kalau Nabi ingin menikahi. Sebagaimana kekhususan bagimu, bukan untuk semua orang mukmin...." 

Atas dasar ayat tersebut pula, itu artinya diperbolehkan seorang wanita sholihah menawarkan dirinya kepada pria yang dianggapnya baik karena menginginkan keshalihannya. Lagi-lagi dalam tanda kutip ya, "meminta untuk dinikahi". Dan hal itu diperbolehkan.

Hadits dan ayat tadi memuat dalil bolehnya seorang wanita menawarkan dirinya kepada seorang pria baik dan shalih. Wanita itu juga boleh memberitahukan bahwa ia mencintai laki-laki tersebut karena kebaikannya, keshalihannya, keutamaan yang dimilikinya, keilmuannya, dan kemuliannya sebagai seorang muslim. Sungguh saya katakan ini bukan suatu perangai jelek kok, apalagi menjatuhkan martabat seorang wanita. Tidak! Justru hal ini menunjukkan keutamaan yang dimiliki wanita tersebut, sebagai seorang wanita yang sholihah. 

Barangsiapa dari kaum wanita yang mengajukan diri untuk menikah dengan lelaki yang hanif dari segi adab dan akhlaknya, juga memiliki ilmu agama yang baik, menurut saya tidak ada yang harus dirasakan malu sama sekali. Apalagi kalau niatnya baik dan tujuannya benar secara syariat agama. Katakanlah, umpamanya karena pria yang diinginkannya itu mempunyai kelebihan dalam soal agama, dan lainnya. Selagi hal itu jalannya tidak keluar dari koridor syariat. Atau karena rasa cinta yang apabila didiamkan saja, dikhawatirkan dapat membuat hati penunggangnya dapat terjerumus pada hal-hal yang dilarang. Sehingga bisa berpotensi melumpuhkan keimanannya. Namun tolong dicatat, dalam hal ini wanita melakukan hal tersebut bukan lantaran karena didasari oleh hawa nafsunya. Melainkan dengan tujuan untuk menjaga izzahnya sebagai muslimah. Melindungi dirinya dari hawa nafsu yang bisa membawa kepada sesuatu yang bisa menjerumuskannya ke dalam jurang yang tidak dibenarkan oleh agama. Tetaplah berpegang teguh pada syariat-Nya ya. Karena mengendalikan diri sendiri itu lebih sulit, apalagi mengendalikan hawa nafsu. Jangan sampai cinta yang tadinya merupakan anugerah Allah, justru berubah. Kebeeradaanya membawa kita pada maksiat yang merajalela.

Begitulah kira-kira hasil diskusi dari pertanyaan seorang teman siang tadi, di sela-sela istrihat kerja. Kurang lebihnya waallahu alam bisawab, hanya Allah yang lebih tahu kebenaran segalanya. But nothing purpose else. Insyaallah jika lelakinya baik dan sholih, dia bisa menjaga amanah dan tidak mengumbarnya. Ketika ada seorang wanita sholihah mengajukan diri kepadanya, ia akan simpan rapi hal itu demi kebaikan satu sama lainnya. Namun jika gayungmu bersambut, barokallah ya. Jadikan Allah satu-satunya tujuanmu dalam berlayar. Jika ada salahnya semua kembali pada Allah, dan saya mohon ampun atas keterbatasan tulisan ini.

Komentar

Postingan Populer